Percikan Perih
-Percikan Perih-
Media juga sumber informasi, orang bebas membaca apapun yang diposting orang lain, suka atau tidak suka informasi itu kadang mampir ke beranda kita.
Pilihan hanya ada pada kita mau menulis atau tidak, mau membaca atau tidak.
Ketika memilih "MAU" maka akan ada pilihan lain.
Menulis dengan cara yang baik atau tidak.
Membaca yang baik baik atau tidak.
Yup pilihan bukan?
Jika menulis sesuatu yang diluar norma kesopanan, pernahkah terfikir akan menyinggung perasaan orang lain, meskipun yang ditulis adalah fakta?
Beda jika tulisan itu memang dalam konteks kritik yang membuka mata atau untuk menyentil kebijakan misalnya dan itupun harusnya disertai data dan fakta.
Saat tulisan baik yang muncul pun sering dikomentari yang negatif apalagi tulisan yang bermakna menjelekkan.
Tahukah ketika tulisan dan komentar komentar yang jelek itu dibaca oleh orang yang dituju betapa menyakitkan, coba deh dibalik, jika kamu diposisi yang menjadi objek, apa yang kamu rasakan ketika satu dunia ikut menjelekkan?
Coba juga cek lagi tujuan menulis sesuatu itu untuk apa? Memberi informasikah atau hanya mencari sensasi di dunia maya?
Aku suka membaca tulisan tulisan orang yang memberikan nasehat, memberikan informasi penting selayaknya para jurnalis. Bagiku tulisan tulisan seperti ini menggambarkan kualitas penulisnya. Terlepas dari apakah aku akan menerima apa yang ditulis atau tidak.
Tapi sebaliknya ketika aku membaca tulisan ataupun komentar yang bernada (maaf) kasar. Aku langsung berfikir "wah orang ini pasti seperti apa yang dia tulis".
Ikut berkomentar atau hanya diam itu juga pilihan, bukankah ada nasihat yang menyampaikan "bicaralah yang baik atau lebih baik diam".
Aku pernah merasa down ketika netizen netizen yang sepertinya amat faham berkomentar pada salah satu informasi yang disebarluaskan yang bukan fakta alias hoax.
Padahal info itu bukan langsung tertuju pada pribadiku tapi institusi tempat aku bekerja.
Siapa sih yang merasa diam saja ketika "rumah" nya dihina sedemikian rupa. Padahal yang disebutkan di media sosial itu tak benar sama sekali.
Miris sekali netizen lebih percaya info yang disebarkan ketimbang mencari tahu kebenaran. Tak ada lagi sikap tabayun.
Dan tahukah, komentar komentar pedas itu sangat mempengaruhi mental. Ada rasa emosi yang tidak bisa diluapkan. Karena membalas komentar pedas dengan komentar lagi bukan solusi. Disinilah percikan perih itu terasa.
Orang yang tak mau tabayun, ketika kita sampaikan info yang benar belum tentu dia akan menerima.
Menghindari debat lebih baik. Solusinya ya memberikan informasi yang sesuai fakta secara masif. Serta membuktikan itu adalah hoax.
Membungkam kejulidan orang bukan dengan mulut atau kata kata, cukup buktikan bahwa faktanya tidak seperti itu.
Belajarlah mencari tau fakta, jika tidak maka bicaralah yang baik atau lebih baik diam.
❤ "PR"
Komentar
Posting Komentar